Monday, December 5, 2011

Sudah cukup lama setelah awan2 hitam itu menggantung, butir2 air pun mulai bertetesan. Aku bisa mendengar jatuhnya air di daun di atas kepala kami, terdengar begitu menenangkan.
Hujan makin lama makin deras tetapi kami masih bergeming. Aku bisa melihat ia bergidik lemah tiap air hujan mengenai leher telanjangnya, dan sesekali ia merapatkan jaketnya karena hawa dingin yang mulai merasuk. Tapi ia tetap bergeming.
Aku mengajaknya untuk mencari tempat berteduh sementara, ia bergeming. Wajahnya mulai pucat, lingkaran hitam di bawah matanya mulai menebal, matanya makin sayu dari menit ke menit dan aku bisa melihat jejak tipis yang ditinggalkan air matanya. Aku menduga ia sudah di sini sejak kemarin sore. Tetap bergeming dan tetap memandang kosong jauh ke horizon dibalik bukit sana.
"Kita bisa ke sini lagi besok. Kamu harus makan. Ayo kita kembali ke rumah." Ia bergeming. Aku mulai putus asa, ingin rasanya mendorongnya dan menggelindingkannya dari bukit kecil ini. Bukan ide bagus.
"Besok kamu pergi." Aku terlonjak sedikit. Suaranya berubah setelah sehari lebih di sini rupanya. "Besok cuacanya tidak akan seperti ini. Dan besok kamu tidak akan sepeduli ini." Kali ini aku yang bergeming.
"Besok tidak akan sama lagi." Lalu ia bangkit dan menatapku teduh, tatapan yang aku kira sudah lama hilang. "Besok kamu akan bersumpah pada dirimu sendiri untuk melindungi dia dengan hati dan ragamu. Dan saya bukan orang yang akan kamu lindungi lagi. Besok tidak akan pernah sama lagi." Ia tersenyum samar dan pergi turun dari bukit.
Aku bergeming dan seketika pandanganku buram terhalang air mata.

No comments:

Post a Comment