Harusnya gaperlu usaha buat ketawa bareng mereka, gaperlu mikir buat ngobrol bareng mereka, gaperlu cemas mikirin gimana sikap lo di antara mereka. Harusnya gitu kalo mereka emang sahabat.
Mungkin lamanya waktu ga menentukan ikatan apa yang terbentuk, mungkin malah karena lamanya waktu ikatan itu malah justru mengendor. Termakan usia, orang biasanya bilang begitu. Tapi kalo buat kasus yang satu ini sih mestinya menguat ya. Tapi gatau juga deng. Karena setelah menganalisis lingkungan sekitar gue dan menganalisis praktek yg ada di lingkungan gue dan gue menemukan tidak ada yang aneh dengan "lingkungan" gue, berarti salahnya ada di gue.
Gue bingung juga sebenernya. Sedih sih lebih tepatnya. Capek aja mikir apa yang salah dari gue saat di satu sisi mungkin gue terlalu naif. Atau mungkin egois. Oh atau mungkin malah self-centered.
Guntar bilang sih gitu, mugkin emang bener. It's from other's perspective afterall. So who am I to object it.
Pengen curhat tentang ini, cuman bingung ke mana. Coba ini luar negeri ya. Pengen konsultasi ke psikiater. Pengen curhat doang sih sebenernya. Pengen tanya apa yang salah, di mana salahnya, gimana perbaikinnya. Udah macem progres inten aja.
Judulnya masih sama dengan sebelumnya.
Galau selamanya.
No comments:
Post a Comment